Selasa, 08 November 2011

Maulid Barzanji: (7) Wanita-Wanita yang Menyusui Nabi SAW

Maulid Barzanji: (7) Wanita-Wanita yang Menyusui Nabi SAW
Oleh: Hasan Basri Hambali

وَأَرْضَعَتْهُ أُمُّهُ أَيَّامًا ثُمَّ أَرْضَعَتْهُ ثُوَيْبَةُ الْأَسْلَمِيَّةُ *
Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) disusui oleh ibunya selama beberapa hari, kemudian disusui oleh Tsuwaybah al-Aslamiyyah,

اَلَّتِي أَعْتَقَهَا اَبُو لَهْبٍ حِينَ وَافَتْهُ عِنْدَ مِيلَادِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بِبُشْرَاه *
yang dimerdekakan oleh Abû Lahab ketika Tsuwaybah mendatanginya membawa kabar gembira perihal kelahiran Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam.

فَأَرْضَعَتْهُ مَعَ ابْنِهَا مَسْرُوحٍ وَأَبِي سَلَمَةَ وَهِيَ بِهِ حَفِيَّة *
Tsuwaybah menyusui Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) bersama dengan anaknya, yaitu Masrûh dan Abû Salamah. Ia sangat menyayangi Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

وَأَرْضَعَتْ قَبْلَهُ حَمْزَةَ الَّذِي حُمِدَ فِي نُصْرَةِ الدِّينِ سُرَاه *
Sebelumnya, ia menyusui Hamzah (Rodhiyallôhu ‘anhu) yang terpuji prilakunya dalam membela agama.

وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبْعَثُ اِلَيْهَا مِنَ الْمَدِينَةِ بِصِلَةٍ وَكِسْوَةٍ هِيَ بِهَا حَرِيَّة *
Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam selalu mengirimi nafkah dan pakaian yang layak dari Madinah (ke Mekkah) untuk Tsuwaybah,

إِلَى أَنْ اَوْرَدَ هَيْكَلَهَا رَائِدُ الْمَنُونِ الضَّرِيحَ وَوَارَاه *
[hingga Tsuwaybah meninggal dunia dan tubuhnya tertutup oleh kubur]

قِيلَ عَلَى دِينِ قَوْمِهَا الْفِئَةِ الْجَاهِلِيَّة *
Dikatakan, (bahwa Tsuwaybah meninggal dunia) dalam agama kaumnya, yaitu golongan jahiliyyah.

وَقِيْلَ أَسْلَمَتْ أَثْبَتَ الْخِلَافَ ابْنُ مَنْدَهَ وَحَكَاه *
Dikatakan (dalam pendapat lain) bahwa ia (meninggal) dalam Islam. Ibnu Mandah menetapkan adanya perbedaan pendapat.

ثُمَّ أَرْضَعَتْهُ الْفَتَاةُ حَلِيمَةُ السَّعْدِيَّة *
Kemudian Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) disusui oleh seorang pemudi, yaitu Halîmah as-Sa’diyyah.

وَكَانَ قَدْ رَدَّ كُلُّ الْقَوْمِ ثَدْيَهَا لِفَقْرِهَا وَأَبَاه *
Sungguh susunya telah ditolak oleh seluruh kaum karena kefakirannya.

فَأَخْصَبَ عَيْشُهَا بَعْدَ الْمَحْلِ قَبْلَ الْعَشِيَّة *
Maka setelah mengalami kesulitan, kehidupannya menjadi subur sebelum datang waktu malam.
[Setelah menerima Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam pada siang hari, kehidupan Halîmah berubah menjadi subur sebelum datangnya waktu malam]

وَدَرَّ ثَدْيَاهَا بِدُرِّ دَرٍّ أَلْبَنَهُ الْيَمِينُ مِنْهُمَا وَأَلْبَنَ الْآخَرُ أَخَاه*
Air susunya menjadi subur, putih bersih laksana mutiara. Ia menuyusui Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) dari sebelah kanan, dan menyusui saudara sesusunya dari yang lainnya (sebelah kiri).
[satu riwayat menyebutkan bahwa saudara sesusu Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam adalah ‘Abdullôh bin al-Harts]

وَأَصْبَحَتْ بَعْدَ الْهُزَالِ وَالْفَقْرِ غَنِيَّة *
Halîmah menjadi kaya setelah menderita kelemahan dan kekurangan harta.

وَسَمِنَتِ الشَّارِفُ لَدَيْهَا وَالشِّيَاه *
Unta dan kambing-kambing yang ada padanya menjadi gemuk.

وَانْجَابَ عَنْ جَانِبِهَا كُلُّ مُلِمَّةٍ وَرَزِيَّة *
Dan dari diri Halîmah terbuka semua kesulitan dan musibah.

وَطَرَّزَ السَّعْدُ بُرْدَ عَيْشِهَا الْهَنِيِّ وَوَشَاه *
[Kehidupannya dipenuhi dengan keberkahan]

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
[Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam].
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy Rohimahullôh).
Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy Rohimahullôh.

Maulid Barzanji: (6) Peristiwa-peristiwa Agung Saat Baginda Nabi SAW Dilahirkan

Maulid Barzanji: (6) Peristiwa-peristiwa Agung Saat Baginda Nabi SAW Dilahirkan
Oleh: Hasan Basri Hambali

وَظَهَرَ عِنْدَ وِلَادَتِهِ خَوَارِقُ وَغَرَائِبُ غَيْبِيَّة *
Pada saat kelahiran Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) nampak beberapa peristiwa yang menyalahi kebiasaan (khowâriq al-‘âdah) dan keanehan-keanehan yang sulit dimengerti oleh akal.

إِرْهَاصًا لِنُبُوَّتِهِ وَإِعْلَامًا بِأَنَّهُ مُخْتَارُ اللهِ تَعَالَى وَمُجْتَبَاه *
Sebagai irhâsh dan pemberitahuan, bahwa ia (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) adalah pilihan Alloh (Subhânahu wa ta’âlâ).



فَزِيْدَتِ السَّمَاءُ حِفْظًا وَرُدَّ عَنْهَا الْمَرَدَةُ وَذَوُ النُّفُوْسِ الشَّيْطَانِيَّة *
Penjagaan langit ditambah, setan-setan pun tertolak dari langit.
[pada mulanya, golongan jin bisa naik sampai ke langit ketujuh, mereka mendengarkan berita-berita gaib yang ditulis dan dibicarakan oleh malaikat, lalu mereka turun ke bumi dan menyampaikan berita-berita tersebut kepada para dukun, kemudian dukun-dukun itu menyampaikan satu berita gaib tersebut disertai dengan seratus berita bohong. Ketika Nabi ‘Îsâ 'Alayhis salâm dilahirkan, jin hanya bisa naik sampai langit keempat, dan ketika Baginda Nabi Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan, jin tidak dapat lagi naik ke langit, namun mereka masih dapat mendekati pintu langit. Pada saat Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam diutus menjadi nabi dan rosul, maka penjagaan pun ditambah oleh Alloh Subhânahu wa ta’âlâ sehingga jin sama sekali tidak dapat mendekati pintu langit]

وَرَجَمَتِ النُجُوْمُ النَّيِّرَاتُ كُلَّ رَجِيْمٍ فِيْ حَالِ مَرْقَاه *
Bintang-bintang melemparkan percikan api kepada setan saat naik ke langit.

وَتَدَلَّتْ إِلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَنْجُمُ الزُّهْرِيَّة *
Bintang-bintang yang bercahaya mendekati Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam.

وَاسْتَنَارَتْ بِنُوْرِهَا وِهَادُ الْحَرَمِ وَرُبَاه *
Dengan cahaya itu, dataran rendah dan dataran tinggi tanah harom menjadi bercahaya.

وَخَرَجَ مَعَهُ نُوْرٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُوْرُ الشَّامِ الْقَيْصَرِيَّة *
Bersama Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) keluar cahaya yang menyinari gedung-gedung qoyshor Syam.

فَرَآها مَنْ بِبِطَاحِ مَكَّةَ دَارُهُ وَمَغْنَاه *
Cahaya itu terlihat oleh orang-orang yang rumah dan tempat tinggalnya berada di Mekkah.

وَانْصَدَعَ الْإِيْوَانُ بِالْمَدَائِنِ الْكِسْرَوِيَّة *
Gedung îwân yang berada di kota-kota kisrô menjadi terbelah,

الَّذِيْ رَفَعَ أَنُوْشَرْوَانَ سَمْكَهُ وَسَوَّاه *
gedung yang didirikan dan didiami oleh Anusyarwan.

وَسَقَطَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ مِنْ شُرَّفَاتِهِ الْعُلْوِيَّة *
Empat belas syurfah yang tinggi pun jatuh berguguran.

وَكُسِرَ مُلْكُ كِسْرَى لِهَوْلِ مَا أَصَابَهُ وَعَرَاه *
Dan kerajaan kisrô menjadi rusak karena guncangan yang mengenainya.

وَخَمَدَتِ النِّيرَانُ الْمَعْبُودَةُ بِالْمَمَالِكِ الْفَارِسِيَّة *
Api sesembahan di kerajaan Persia pun padam,

لِطُلُوعِ بَدْرِهِ الْمُنِيْرِ وَإِشْرِاقِ مُحَيَّاه *
karena terbitnya cahaya Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) laksana bulan purnama yang bersinar, dan cahaya wajahnya (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

وَغَاضَتْ بُحَيْرَةُ سَاوَةَ وَكَانَتْ بَيْنَ هَمَذَانَ وَقُمٍّ مِنَ الْبِلَادِ الْعَجَمِيَّة *
Perairan sâwah menjadi kering, perairan itu berada di antara wilayah Hamadzân dan Qumm, yaitu nama sebuah negeri di daerah ‘ajam.

وَجَفَّتْ اِذْ كَفَّ وَاكِفُ مَوْجِهَا الثَّجَّاجِ يَنَابِيعُ هَاتِيكَ الْمِيَاه *
Sumber air pada perairan tersebut menjadi kering, karena tetesan airnya berhenti.

وَفَاضَ وَادِى سَمَاوَةَ وَهِيَ مَفَازَةٌ فِي فَلَاةٍ وَبَرِيَّة*
Jurang samâwah penuh dengan air, jurang ini berada di tempat kering yang biasanya tidak ada air.

لَمْ يَكُنْ بِهَا مِنْ قَبْلُ يَنْقَعُ لِلظِّمَاءِ اللَّهَاه *
Sebelumnya, di jurang ini tidak pernah ada air untuk menghilangkan rasa haus.

وَكَانَ مَوْلِدُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَوْضِعِ الْمَعْرُوفِ بِالْعِرَاصِ الْمَكِيَّة *
Kelahiran Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam terjadi di tempat yang dikenal dengan daerah Mekkah,

وَالْبَلَدِ الَّذِي لَا يُعْضَدُ شَجَرُهُ وَلَا يُخْتَلَى خَلَاه *
yaitu negeri yang pepohonan dan tumbuh-tumbuhannya tidak pernah dipotong.

وَاخْتُلِفَ فِي عَامِ وِلَادَتِهِ وَفِي شَهْرِهَا وَفِي يَوْمِهَا عَلَى أَقْوَالٍ لِلْعُلَمَاءِ مَرْوِيَّة*
Terdapat perbedaan mengenai tahun, bulan, dan hari kelahiran Baginda Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) atas beberapa pendapat ulama yang diriwayatkan.

وَالرَّاجِحُ أَنَّهَا قُبَيْلَ فَجْرٍ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ ثَانِي عَشَرِ  شَهْرِ رَبِيعِ الْأَوَّلِ مِنْ عَامِ الْفِيلِ الَّذِي صَدَّهُ اللهُ عَنِ الْحَرَمِ وَحَمَاه *
Menurut pendapat yang kuat, bahwa kelahiran itu terjadi sebelum fajar pada hari Senin tanggal dua belas Robî’ al-Awwal tahun gajah, yaitu tahun dimana Alloh mencegah pasukan gajah memasuki tanah harom, dan Alloh memelihara tanah harom.

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
[Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam].
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy Rohimahullôh).

Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy Rohimahullôh.

Maulid Barzanji: (5) Baginda Nabi SAW Saat Dilahirkan

Maulid Barzanji: (5) Baginda Nabi SAW Saat Dilahirkan
Oleh: Hasan Basri Hambali

وَبَرَزَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ رَافِعًا رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ الْعَلِيَّة *
Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam keluar (dari rahim ibunya) dalam keadaan meletakkan kedua tangannya di atas tanah, mengangkat kepalanya (memandang) langit yang tinggi.

مُوْمِيًا بِذَلِكَ الرَّفْعِ إِلَى سُوْدَدِهِ وَعُلَاه *
Dengan mengangkat kepala tersebut menunjukkan isyarat akan kepemimpinannya (atas seluruh makhluk) dan keluhurannya dalam kesempurnaan,

وَمُشِيْرًا إِلَى رِفْعَةِ قَدَرِهِ عَلَى سَائِرِ الْبَرِيَّة *
dan isyarat akan ketinggian pangkatnya atas seluruh makhluk,

وَأَنَّهُ الْحَبِيْبُ الَّذِىْ حَسُنَتْ طِبَاعُهُ وَسَجَايَاه *
dan sesungguhnya ia adalah kekasih (Alloh) yang baik watak dan sifat-sifat fisiknya.

وَدَعَتْ أُمُّهُ عَبْدَ الْمُطَّلِبِ وَهُوَ يَطُوْفُ بِهَاتِيْكَ الْبَنِيَّة *
Ibunya memanggil ‘Abdul Muththolib yang sedang mengelilingi bangunan (ka’bah) itu.

فَأَقْبَلَ مُسْرِعًا وَنَظَرَ إِلَيْهِ وَبَلَغَ مِنَ السُّرُوْرِ مُنَاه *
Maka ia segera menghadap, (lalu) ia melihat Muhammad (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam), ia pun mendapat kebahagiaan yang tak terhingga.

وَأَدْخَلَهُ الْكَعْبَةَ الْغَرَّاءَ وَقَامَ يَدْعُوْ بِخُلُوْصِ النِّيَّة *
‘Abdul Muththolib membawa Muhammad (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) masuk ke dalam ka’bah yang mulia dan ia bedo’a dengan niat yang ikhlas.

وَيَشْكُرُ اللهَ تَعَالَى عَلَى مَا مَنَّ بِهِ عَلَيْهِ وَأَعْطَاه *
Ia bersyukur kepada Alloh atas nikmat dan karunianya.

وَوُلِدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَظِيْفًا مَخْتُوْنًا مَقْطُوْعَ السُّرَّةِ بِيَدِ الْقُدْرَةِ الْإِلهِيَّه *
Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan dalam keadaan bersih, telah dikhitan, telah dipotong tali pusernya oleh kekuasaan Alloh.

طَيِّبًا دَهِيْنًا مَكْحُوْلَةً بِكُحْلِ الْعِنَايَةِ عَيْنَاه *
Wangi tubuhnya, kedua matanya memakai celak.

وَقِيْلَ خَتَنَهُ جَدُّهُ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ بَعْدَ سَبْعِ لَيَالٍ سَوِيَّة *
Dikatakan, bahwa Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) dikhitan oleh kakeknya ‘Abdul Muththolib setelah sempurna berusia tujuh malam.

وَأَوْلَمَ وَأَطْعَمَ وَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا وَأَكْرَمَ مَثْوَاه *
Ia melaksanakan walimah, mengadakan jamuan makan, menamainya Muhammad, dan memuliakan martabat Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
[Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam].
ــــــــــــــــــــــــــــــــ

Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy).

Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy.

Jumat, 04 November 2011

Maulid Barzanji: (4) Kelahiran Baginda Nabi SAW

Maulid Barzanji: (4) Kelahiran Baginda Nabi SAW
Oleh : Hasan Basri Hambali

وَلَمَّا تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ شَهْرَانِ عَلَى مَشْهُوْرِ الْأَقْوَالِ الْمَرْوِيَّة *
Ketika usia Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) dalam kandungan telah sempurna dua bulan, menurut pendapat yang paling masyhur,

تُوُفِّيَ بِالْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ أَبُوْهُ عَبْدُالله *
ayahnya, yaitu ‘Abdullôh, wafat di Madinah al-Munawwaroh.

وَكَانَ قَدِ اجْتَازَ بِأَخْوَالِهِ بَنِيْ عَدِيٍّ مِنَ الطَّائِفَةِ النَّجَّارِيَّة *
‘Abdullôh telah melalui kota Madinah, ia tinggal bersama paman-paman (ayahnya), yaitu Banî ‘Adiy dari golongan Najjariyyah.

وَمَكَثَ فِيْهِمْ شَهْرًا سَقِيْمًا يُعَانُوْنَ سُقْمَهُ وَشَكْوَاه *
Ia tinggal bersama mereka selama satu bulan penuh dalam keadaan sakit, mereka sibuk, ia tidak bercerita tentang sakitnya.

وَلَمَّا تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ عَلَى الرَّاجِحِ تِسْعَةُ أَشْهُرٍ قَمَرِيَّة *
Ketika usia Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) dalam kandungan, menurt pendapat yang kuat, telah sempurna sembilan bulan qomariyyah,

وَآنَ لِلزَّمَانِ أَنْ يَنْجَلِيَ عَنْهُ صَدَاه *
dan telah dekat waktu hilangnya rasa haus.
[Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam diserupakan dengan air, dalam hal keduanya menjadi sebab adanya kehidupan. Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam sebagai sebab hidupnya agama, sedangkan air adalah sebab adanya kehidupan bagi makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan]

حَضَرَ أُمَّهُ لَيْلَةَ مَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ آسِيَةُ وَمَرْيَمُ فِيْ نِسْوَةٍ مِنَ الْحَظِيْرَةِ الْقُدْسِيَّة *
Pada hari kelahirannya yang mulia, hadir kepada ibunya Sayyidah Âsiyah dan Sayyidah Maryam disertai oleh para bidadari dari surga.

وَأَخَذَهَا الْمَخَاضُ فَوَلَدَتْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُوْرًا يَتَلَأْلَأُ سَنَاه *
Bayi Mulia bergerak dalam rahim Sayyidah Âminah, maka ia pun melahirkan Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, cahayanya menyinari timur dan barat.

وَمُحَيًّا كَالشَّمْسِ مِنْكَ مُضِيْءٌ ... أَسْفَرَتْ عَنْهُ لَيْلَةٌ غَرَّاءُ
Wajah (Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) laksana matahari yang menyinari, membuka malam yang bersinar

لَيْلَةُ الْمَوْلِدِ الَّذِيْ كَانَتْ لِلدِّ ... يْنِ سُرُوْرٌ بِيَوْمِهِ وَازْدِهَاءُ
Malam kelahirannya menjadi hari kegembiraan bagi agama dan bertambahnya keagungan.

يَوْمَ نَالَتْ بِوَضْعِهِ ابْنَةُ وَهْبٍ ... مِنْ فَخَارٍ مَا لَمْ تَنَلْهُ النِّسَاءُ
Yaitu hari, Puteri Wahb memperoleh keluhuran yang tidak diperoleh oleh wanita-wanita lain, dengan melahirkan (Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

وَأَتَتْ قَوْمَهَا بِأَفْضَلَ مِمَّا ... حَمَلَتْ قَبْلُ مَرْيَمُ الْعَذْرَاءُ
Sayyidah Âminah membawa kepada kaumnya (Baginda Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) yang lebih mulia dari yang sebelumnya dikandung oleh Sayyidah Maryam yang perawan (yaitu Nabi ‘Îsâ 'Alayhis salâm).

مَوْلِدٌ كَانَ مِنْهُ فِيْ طَالِعِ الْكُفْ... رِ وَبَالٌ عَلَيْهِمْ وَوَبَاءُ
Kelahiran (Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) menjadi bahaya bagi orang-orang kafir.

وَتَوَالَتْ بُشْرَى الْهَوَاتِفِ أَنْ قَدْ ... وُلِدَ الْمُصْطَفَى وَحَقَّ الْهَنَاءُ
Berita dari hatif pun tidak berhenti, bahwa Baginda yang terpilih (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) telah dilahirkan, dan kebahagiaan pun menjadi nyata.

هَذَا وَقَدِ اسْتَحْسَنَ الْقِيَامَ عِنْدَ ذِكْرِ مَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ أَئِمَّةٌ ذَوُوْ رِوَايَةٍ وَرَوِيَّه *
Pahamilah hal ini, para ulama yang mempunyai riwayah memandang baik (istihsân) untuk berdiri ketika menceritakan kelahiran Baginda Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) yang mulia.

فَطُوْبَى لِمَنْ كَانَ تَعْظِيْمَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَايَةُ مَرَامِهِ وَمَرْمَاهُ *
Kebaikan yang berlimpah bagi orang yang ujung pencarian dan tujuannya adalah mengagungkan Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam.

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
[Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam].
ــــــــــــــــــــــــــــــــ

Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy).

Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy.

Maulid Barzanji: (3) Berita Kelahiran Nabi SAW

Maulid Barzanji: (3) Berita Kelahiran Nabi SAW
Oleh: Hasan Basri Hambali

وَلَمَّا أَرَادَ اللهُ تَعَالَى إِبْرَازَ حَقِيْقَتِهِ الْمُحَمَّدِيَّة *
Ketika Alloh Yang Maha Suci berkehendak mengeluarkan hakikat Muhammad (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

وَإِظْهَارَهُ جِسْمًا وَرُوْحًا بِصُوْرَتِهِ وَمَعْنَاه *
Melahirkannya secara jism dan ruh dengan bentuk fisik dan maknanya (sifat-sifat batin).

نَقَلَهُ إِلَى مَقَرِّهِ مِنْ صَدَفَةِ آمِنَةَ الزُّهْرِيَّة *
Alloh memindahkan cahaya kenabian (dari ‘Abdullôh) ke rahim Âminah az-Zuhriyyah.

وَخَصَّهَا الْقَرِيْبُ الْمُجِيْبُ بِأَنْ تَكُوْنَ أُمًّا لِمُصْطَفَاه *
Alloh Yang Maha Dekat Yang Maha Memenuhi Do’a memilih Âminah untuk menjadi Ibu bagi makhluk terpilih (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

وَنُوْدِيَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بِحَمْلِهَا لِأَنْوَارِهِ الذَّاتِيَّة *
Di langit dan di bumi diserukan, bahwa Âminah mengandung cahaya (Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

وَصَبَا كُلُّ صَبٍّ لِهُبُوْبِ نَسِيْمِ صِبَاه *
Setiap yang rindu merindukan bertiupnya angin.
[bertiupnya angin: maksudnya berita tentang kelahiran Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam yang akan membawa kegembiraan].

وَكُسِيَتِ الْأَرْضُ بَعْدَ طُوْلِ جَدْبِهَا مِنَ النَّبَاتِ حُلَلًا سُنْدُسِيَّة *
Setelah lama kekeringan, bumi pun dikenakan pakaian-pakaian dari sutra berupa pepohonan.

وَأَيْنَعَتِ الثِّمَارُ وَأَدْنَى الشَّجَرُ لِلْجَانِيْ جَنَاه *
Buah-buahan pun matang, pepohonan pun mendekati orang yang akan memetiknya.

وَنَطَقَتْ بِحَمْلِهِ كُلُّ دَابَّةٍ بِفِصَاحِ الْأَلْسُنِ الْعَرَبِيَّة *
Setiap hewan milik suku Quraysy berbicara tentang kelahirannya (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) dengan bahasa Arab yang fasih.

وَخَرَّتِ الْأَسِرَّةُ وَالْأَصْنَامُ عَلَى الْوُجُوْهِ وَالْأَفْوَاه *
Singgasana raja dan berhala-berhala pun tersungkur ke wajah dan mulut mereka.

وَتَبَاشَرَتْ وُحُوْشُ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ وَدَوَابُّهَا الْبَحْرِيَّة *
Hewan-hewan di timur dan di barat, dan binatang-binatang laut saling memberi kabar gembira.

وَاحْتَسَتِ الْعَوَالِمُ مِنَ الشُرُوْرِ كَأْسَ حُمَيَّاه *
Makhluk-makhluk Alloh meminum arak kebahagiaan.
[Maksudnya: makhluk-makhluk Alloh merasa gembira dan bahagia dengan berita kehadiran Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam].

وَبُشِّرَتِ الْجِنُّ بِإِظْلَالِ زَمَنِهِ وَانْتَهَكَتِ الْكَهَانَةُ وَرَهِبَتِ الرُّهْبَانِيَّة *
Jin diberi kabar gembira perihal telah dekatnya waktu kelahiran (Baginda Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam), perdukunan pun batal, dan kerahiban pun menjadi samar.

وَلَهِجَ بِخَبَرِهِ كُلُّ حِبْرٍ خَبِيْرٍ وَفِيْ حُلَا حُسْنِهِ تَاه *
Setiap orang pandai yang menguasai kitab-kitab samawi terdahulu banyak membicarakan berita tentang Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam), mereka bingung dengan sifat-sifat Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) yang indah.

وَاُتِيَتْ أُمُّهُ فِي الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهَا إِنَّكِ قَدْ حَمَلْتِ بِسَيِّدِ الْعَالَمِيْنَ وَخَيْرِ الْبَرِيَّة *
Ibunda Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) didatangi oleh seseorang pada saat ia tidur, dikatakan padanya, bahwa engkau sedang mengandung Baginda seluruh alam dan sebaik-baiknya makhluk.

فَسَمِّيْهِ إِذَا وَضَعْتِهِ مُحَمَّدًا لِأَنَّهُ سَتُحْمَدُ عُقْبَاه *
Jika engkau melahirkannya, berilah ia nama Muhammad, karena nanti ia akan menjadi pribadi terpuji.

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
[Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam.]
ــــــــــــــــــــــــــــــــ

Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy).

Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy.

Maulid Barzanji: (2) Nasab Baginda Nabi Muhammad SAW

Maulid Barzanji: (2) Nasab Baginda Nabi Muhammad SAW
Oleh: Hasan Basri Hambali

وَبَعْدُ فَأَقُوْلُ هُوَ سَيِّدُنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَاسْمُهُ شَيْبَةُ الْحَمْدِ حَمِدَتْ خِصَالُهُ السَّنِيَّة *
Setelah itu, aku berkata bahwa Baginda adalah Muhammad putera Abdullôh, putera 'Abdul Muththolib, namanya adalah Syaybah al-Hamd, (ia memiliki) hal-hal luhur yang terpuji.

اِبْنِ هَاشِمٍ وَاسْمُهُ عَمْرُو بْنِ عَبْدِ مَنَافٍ وَاسْمُهُ الْمُغِيْرَةُ الَّذِيْ يُنْتَمَى الْإِرْتِقَاءُ لِعُلْيَاه *
Putera Hâsyim, namanya adalah 'Amr, putera 'Abdu Manâf, namanya adalah al-Mughîroh, yang dinisbatkan pada keluhurannya.
[al-Mughîroh adalah kakek ketiga bagi Baginda Nabi Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, kakek keempat bagi Sayyidina ‘Utsmân Rodhiyallôhu ‘anhu, dan kakek kesembilan bagi Imam Syâfi’iy Rohimahullôh]

اِبْنِ قُصَيٍّ وَاسْمُهُ مُجَمِّعٌ سُمِّيَ بِقُصَيٍّ لِتَقَاصِيْهِ فِيْ بِلَادِ قُضَاعَةَ الْقَصِيَّة *
Putera Qushoy, namanya adalah Mujammi', dinamai Qushoy karena ia berada jauh dari keluarganya di daerah Qudhô’ah yang jauh (dari Mekkah).

إِلَى أَنْ أَعَادَهُ اللهُ تَعَالَى إِلَى الْحَرَمِ الْمُحْتَرَمِ فَحَمَى حِمَاه *
Hingga ia (Qushoy) dikembalikan oleh Alloh Yang Maha Suci ke tanah harom (Mekkah) yang mulia, Alloh memelihara tanah harom (Mekkah).

اِبْنِ كِلَابٍ وَاسْمُهُ حَكِيْمُ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَيِّ بْنِ غَالِبِ بْنِ فِهْرٍ وَاسْمُهُ قُرَيْشٌ وَإِلَيْهِ تُنْسَبُ الْبُطُوْنُ الْقُرَشِيَّة *
Putera Kilâb, namanya adalah Hakîm, putera Murroh, putera Ka’b, putera Lu`ayy, putera Ghôlib, putera Fihr, namanya adalah Quraysy, kepadanya (Quraysy) golongan Quraysy dinisbatkan.

وَمَا فَوْقَهُ كِنَانِيٌّ كَمَا جَنَحَ إِلَيْهِ الْكَثِيْرُ وَارْتَضَاه *
Di atas Fihr adalah bangsa Kinânah, sebagaimana kebanyakan ulama condong dan ridho.

اِبْنِ مَالِكِ بْنِ النَّضْرِ بْنِ كِنَانَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ مُدْرِكَةَ بْنِ إِلْيَاسَ وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ أَهْدَى الْبُدْنَ إِلَى الرِّحَابِ الْحَرَمِيَّة *
Putera Mâlik, putera an-Nadhr, putera Kinânah, putera Khuzaymah, putera Mudrikah, putera Ilyâs, dia (Ilyâs) adalah manusia pertama yang menyembelih unta untuk daerah tanah harom.
[tanah harom: maksudnya adalah baytullôh al-Harôm]

وَسُمِعَ فِيْ صُلْبِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ اللهَ تَعَالَى وَلَبَّاه *
Terdengar pada tulang punggungnya (Ilyâs): Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam berdzikir dan bertalbiyah kepada Alloh Yang Maha Luhur.

اِبْنِ مُضَرَ بْنِ نِزَارِ بْنِ مَعَدِّ بْنِ عَدْنَانَ وَهَذَا سِلْكٌ نَظَّمَتْ فَرَائِدَهُ بَنَانُ السُّنَّةِ السَّنِيَّة *
Putera Mudhor, putera Nizâr, putera Ma’add, putera ‘Adnân, (nasab) ini adalah kalung yang mutiaranya disusun oleh ujung jari hadits-hadits yang luhur.
[hadits-hadits yang luhur: maksudnya hadits-hadits shohîh]

وَرَفْعُهُ إِلَى الْخَلِيْلِ إِبْرَاهِيْمَ أَمْسَكَ عَنْهُ الشَّارِعُ وَأَبَاه *
Meneruskan nasab sampai kepada al-kholîl (kekasih Alloh) Ibrôhîm itu dilarang dan tidak disukai oleh pembuat hukum (Syâri’).
[Pembuat hukum (Syâri’): maksudnya adalah Baginda Nabi Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, Beliau adalah Syâri’ majâziy, dan Alloh Subhânahu wa ta’âlâ adalah Syâri’ haqiqiy]

وَعَدْنَانُ بِلَا رَيْبٍ عِنْدَ ذَوِي الْعُلُوْمِ النَّسَبِيَّة *
‘Adnân, tidak ada keraguan menurut para ulama yang menguasai ilmu-ilmu nasab,

إِلَى الذَّبِيْحِ إِسْمَاعِيْلَ نِسْبَتُهُ وَمُنْتَمَاه *
nasab-nya sampai kepada adz-Dzabîh (yang pernah akan disembelih), yaitu Ismâ’il ('Alayhis salâm).

فَأَعْظِمْ بِهِ مِنْ عِقْدٍ تَأَلَّقَتْ كَوَاكِبُهُ الدُّرِّيَّة *
Betapa agungnya nasab ini, laksana kalung mutiara yang bersinar seperti bintang yang menerangi.

وَكَيْفَ لَا وَالسَّيِّدُ الْأَكْرَمُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسِطَتُهُ الْمُنْتَقَاه *
Bagaimana tidak, Baginda yang paling mulia Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, terpilih sebagai mutiara terindah yang berada di tengah-tengah kalung tersebut.

نَسَبٌ تَحْسِبُ الْعُلَى بِحُلَاهُ *** قَلَّدَتْهَا نُجُوْمَهَا الْجَوْزَاءُ
[Makna bait ini: Nasab baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam sampai kepada ‘Adnân, dipandang telah mencapai keluhuran, seperti bintang-bintang yang bersinar dan memberi petunjuk dengan sinarnya].

حَبَّذَا عِقْدُ سُوْدَدٍ وَفَخَارٍ *** أَنْتَ فِيْهِ الْيَتِيْمَةُ الْعَصْمَاءُ
[Makna bait ini: Aku memuji nasab Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam yang tersusun dari untaian mutiara, yang mengalahkan nasab-nasab lain dalam keluhuran yang sempurna].

وَأَكْرِمْ بِهِ مِنْ نَسَبٍ طَهَّرَهُ اللهُ تَعَالَى مِنْ سِفَاحِ الْجَاهِلِيَّة *
Betapa mulia nasab ini, nasab yang disucikan oleh Alloh Yang Maha Luhur dari perzinaan jâhiliyyah.

أَوْرَدَ الزَّيْنُ الْعِرَاقِيُّ وَارِدَهُ فِيْ مَوْرِدِهِ الْهَنِيِّ وَرَوَاه *
Zayn al-‘Irôqiy menyebutkan adanya hadits tentang nasab ini pada kitab karangannya yang indah, dan ia mengutip hadits tersebut (dari ulama yang lain).
[Zayn al-‘Irôqiy: adalah Zaynuddîn al-‘Irôqiy penulis Kitab Alfiyyah an-Nasab]

حَفِظَ الْإِلهُ كَرَامَةً لِمُحَمَّدٍ *** آبَاءَهُ الْأَمْجَادَ صَوْنًا لِاسْمِهِ
Alloh memelihara nenek moyang Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) yang mulia, karena memuliakan Muhammad (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam), dan karena memelihara nama Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

تَرَكُوا السِّفَاحَ فَلَمْ يُصِبْهُمْ عَارُهُ *** مِنْ آدَمٍ وَإِلَى أَبِيْهِ وَأُمِّهِ
Mereka tidak melakukan zina, mereka tidak dikenai kenistaan zina, dari Âdam ('Alayhis salâm) sampai kepada ayah dan ibunya Nabi (Shollallôhu ‘alayhi wa sallam).

سَرَاةٌ سَرَى نُوْرُ النُّبُوَّةِ فِيْ أَسَارِيْرِ غُرَرِهِمُ الْبَهِيَّة *
(Mereka adalah) pemimpin mulia, cahaya kenabian berjalan pada garis-garis dahi mereka yang indah.

وَبَدَرَ بَدْرُهُ فِيْ جَبِيْنِ جَدِّهِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَابْنِهِ عَبْدِ الله *
Cahaya (Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam) laksana bulan purnama, nampak jelas pada dahi kakeknya yaitu ‘Abdul Muththolib, dan puteranya yaitu ‘Abdullôh.

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
[Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam.]
ــــــــــــــــــــــــــــــــ

Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy).

Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy.

Maulid Barzanji: (1) Muqoddimah

Maulid Barzanji: (1) Muqoddimah
Oleh: Hasan Basri Hambali

{اَلْجَنَّةُ وَنَعِيمُهَا سَعْدٌ لِمَنْ يُصَلِّي وَيُسَلِّمُ وَيُبَارِكُ عَلَيْه}
{Surga dan kenikmatannya adalah kebahagiaan bagi orang yang menyanjungkan sholawat, salam dan keberkahan baginya (Baginda Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam)}.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dalam nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang.

أَبْتَدِئُ الْإِمْلَاءَ بِاسْمِ الذَّاتِ الْعَلِيَّة *
Aku mulai penyampaian (kitab maulid ini) dengan menyebut Dzat Yang Maha Luhur.

مُسْتَدِرًّا فَيْضَ الْبَرَكَاتِ عَلَى مَا أَنَالَهُ وَأَوْلَاه *
Dengan mengharap limpahan kucuran berkah atas karunia dan nikmat-Nya padaku.

وَأُثَنِّيْ بِحَمْدٍ مَوَارِدُهُ سَائِغَةٌ هَنِيَّة *
Kedua, aku mulai dengan pujian. Sumber-sumber pujian itu mudah tanpa ada kepayahan.

مُمْتَطِيًا مِنَ الشُّكْرِ الْجَمِيْلِ مَطَايَاه *
(Aku memuji) dengan menunggangi unta-unta syukur yang indah.
[Maknanya: aku memuji kepada Alloh Subhânahu wa ta’âlâ dengan bersyukur kepada-Nya]

وَأُصَلِّي وَأُسَلِّمُ عَلَى النُّوْرِ الْمَوْصُوْفِ بِالتَّقَدُّمِ وَالْأَوَّلِيَّة *
Aku memohonkan rohmat dan kehormatan bagi (pemilik) cahaya yang memiliki sifat terdahulu dan awal.

الْمُنْتَقِلِ فِي الْغُرَرِ الْكَرِيْمَةِ وَالْجِبَاه *
Yang berpindah-pindah pada wajah dan dahi yang mulia.

وَأَسْتَمْنِحُ اللهَ تَعَالَى رِضْوَانًا يَخُصُّ الْعِتْرَةَ الطَّاهِرَةَ النَّبَوِيَّة *
Aku memohon pemberian Alloh Yang Maha Luhur berupa keridhoan yang dikhusukan untuk ahlul bayt Nabi yang suci.

وَيَعُمُّ الصَّحَابَةَ وَالْأَتْبَاعَ وَمَنْ وَالَاه *
Dan melimpahkan (keridhoan) kepada para sahabat Nabi, para pengikut (tâbi’în), dan orang-orang yang memuliakan dan mencintai Nabi.

وَأَسْتَجْدِيْهِ هِدَايَةً لِسُلُوْكِ السُّبُلِ الْوَاضِحَةِ الْجَلِيَّة *
Aku memohon pemberian-Nya berupa petunjuk untuk menempuh jalan-jalan (hukum-hukum syari’at) yang jelas dan tidak ada kesamaran.

وَحِفْظًا مِنَ الْغَوَايَةِ فِيْ خِطَطِ الْخَطَأِ وَخُطَاه *
Aku memohon pemeliharaan dari kesesatan dalam tempat-tempat dan langkah-langkah salah.

وَأَنْشُرُ مِنْ قِصَّةِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ بُرُوْدًا حِسَانًا عَبْقَرِيَّة *
Aku menyebarkan kisah maulid Nabi Mulia sebagai pakaian yang baik dan sempurna.

نَاظِمًا مِنَ النَّسَبِ الشَّرِيْفِ عِقْدًا تُحَلَّى الْمَسَامِعُ بِحُلَاه *
Dengan menghimpun nasab mulia sebagai mutiara yang dihiasi oleh hiasan-hiasan bagi para pendengar (yang hadir di majelis maulid).

وَأَسْتَعِيْنُ بِحَوْلِ اللهِ تَعَالَى وَقُوَّتِهِ الْقَوِيَّة *
Aku memohon pertolongan dengan kekuasaan Alloh Yang Maha Luhur dan kekuatan-Nya yang sempurna.

فَإِنَّهُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِالله *
Karena sesungguhnya tidak ada daya upaya (untuk menghindari maksiat) dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ketaatan) kecuali dengan (pemeliharaan dan pertolongan) Alloh.

[عَطِّرِ اللَّهُمَّ قَبْرَهُ الْكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَذِيٍّ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيْم]
Wahai Alloh, harumkanlah kuburnya yang mulia, dengan wangi-wangian berupa sholawat dan salam.
ــــــــــــــــــــــــــــــــ

Terjemah Kitab al-Burûd (Maulid Imam al-Barzanjiy).

Tambahan penjelasan makna dari Kitab Madârij ash-Shu’ûd Ilâ Iktisâ` al-Burûd karya Syaykh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy.

Kamis, 02 Juni 2011

Seni ISHARI merupakan salah satu seni nusantara yang perkembangannya terus terjadi hingga sekarang, terutama di Jawa Timur, seni ini di kembangkan oleh para Ulama yang mempunyai mahabbah kepada Nabi Muhammad untuk menyebarkan agama Islam melalui media dakwah syiar Islam dalam kesenian Syair/Diwan al hadroh sholawat jam'iyah ISHARI

 Sebelum mengenal lebih jauh ttg sejarah ISHARI, mari mengenal  lebih dkt ttg perkembangan Hadroh dan Diwan (syair) dari masa ke masa,

HADROH DAN PEMAHAMANNYA

HADROH DAN PEMAHAMANNYA : saya ambil dari http://infomajelis.blogspot.com/2008/10/hadroh-dan-pemahamannya.html

1. Maulana jalaluddin Rumi Sang Maestro Hadhroh.



Hadhroh pertama kali di perkenalkan oleh seorang tokoh tasawuf yang sampai sekarang karya – karyanya masih di perbincangkan oleh pakar – pakar serta sarjana – sarjana di dunia timur maupun barat, beliau adalah Jalaluddin Rumi Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma). Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207, Fariduddin Attar, seorang tokoh sufi, ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin itu tidak meleset. Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama (raja ulama). Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan merekapun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru beruisa lima tahun.Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun. Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar pada perguruan tersebut. Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, ia juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu di Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia. Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang mempunyai murid sebanyak 4.000 orang. Sebagaimana layaknya seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan menjadi tumpuan ummat untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin/Syamsi Tabriz. Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba- tiba seorang lelaki asing—yakni Syamsi Tabriz—ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat pada sasarannya. Ia tidak mampu menjawab. Berikutnya, Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, ia mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi. Ia berbincang-bincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan Tabriz. Mereka betah tinggal di dalam kamar hingga berhari-hari. Sultan walad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat kandungan ilmu yang tiada taranya. ”Rumi benar-benar tunduk kepada guru barunya itu. Di matanya, Tabriz benar-benar sempurna. Cuma celakanya, Rumi kemudian lalai dengan tugas mengajarnya. Akibatnya banyak muridnya yang protes. Mereka menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena takut terjadi fitnah dan takut atas keselamatan dirinya, Tabriz lantas secara diam-diam meninggalkan Konya. Bak remaja ditinggalkan kekasihnya, saking cintanya kepada gurunya itu, kepergian Tabriz itu menjadikan Rumi dirundung duka. Rumi benar-benar berduka. Ia hanya mengurung diri di dalam rumah dan juga tidak bersedia mengajar. Tabriz yang mendengar kabar ini, lantas berkirim surat dan menegur Rumi. Karena merasakan menemukan gurunya kembali, gairah Rumi bangkit kembali. Dan ia mulai mengajar lagi. Beberapa saat kemudian ia mengutus putranya, Sultan walad untuk mencari Tabriz di Damaskus. Lewat putranya tadi, Rumi ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas tindakan murid-muridnya itu dan menjamin keselamatan gurunya bila berkenan kembali ke Konya. Demi mengabulkan permintaan Rumi itu, Tabriz kembali ke Konya. Dan mulailah Rumi berasyik-asyik kembali dengan Tabriz. Lambat-laun rupanya para muridnya merasakan diabaikan kembali, dan mereka mulai menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz. Lagi-lagi sufi pengelana itu, secara diam-diam meninggalkan Rumi, lantaran takut terjadi fitnah. Kendati Rumi ikut mencari hingga ke Damaskus, Tabriz tidak kembali lagi. Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair- syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan-i Syams-i Tabriz. Ia bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat-i Syams Tabriz. Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, ia berhasil selama 15 tahun terakhir masa hidupnya menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi-i. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. Karya tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang tasawuf), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya). Bersama Syekh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarekat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (Para Darwisy yang Berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
WAFAT. Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, gara-gara mendengar kabar bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, sakit keras. Meski menderita sakit keras, pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya.Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan, “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit.”Pada 5 Jumadil Akhir 672 H dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan. Begitulah kepergian seseorang yang dihormati ummatnya



1.1. Hadhroh di Nusantara.
Mengenai kapan datangnya Hadhroh di bumi nusantara ini memang belum banyak keterangan kapan tepatnya adanya Hadhroh, namun adanya Hadhroh atau yang lebih populer di kenal dengan musik terbangan ( rebana bahasa jawa ) tersebut tak lepas dari sejarah perkembangan dakwah islam wali songo di nusantara ini dikatakan bahwa menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudah konprensi besar para wali, diserambi Masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana menurut irama seni arab. Penggunaan rebana tersebut diadopsi oleh wali songo dengan kebiasaan didaerah asal wali songo tersebut ( Hadrolmaut ) yang di jadikan media berdakwah, menurut keterangan dari ulama besar palembang yaitu Al’Alimul ’Alamah Al”arifbillah Al Habib Umar Bin Thoha Bin Shahab ” adalah Al Imam Ahmad Al Muhajir ( kakek dari wali songo kecuali sunan kalijogo ) waktu beliau hijrah ke Yaman ( Hadrolmaut ) maka beliau mendapati seorang darwisy ( pengikut thoriqot sufi ) yang sedang asyik memainkan Hadhroh (rebana) serta mengucapkan syair pujian kepada Alloh dan Rosul-Nya, sehingga maka bersahabatlah sang Imam dengan Darwisy tersebut ”. Maka sejak itu apabila imam Muhajir mengadakan majlis maka disertakan darwisy tersebut, hingga sekarang keturunan dari Imam Muhajir tetap menggunakan Hadhroh disaat mengadakan suatu majlis.
Pada saat sekarang ini Hadhroh berkembang dengan pesatnya sebagai musik pengiring maulid Nabi Saw serta acara – acara keagamaan lainnya seperti haul, isro mi’roj dan sebagainya, sehingga banyak bermunculan grup-grup Hadhroh, Pada akhirnya Hadhroh merupakan salah satu minhaj atau cara berdakwah yang dapat di terima oleh banyak lapisan masyarakat.


2. Hadhroh ?

banyak orang yang belum kenal betul apa itu Hadhroh dan sangat ironis sekali banyak pula para pemain Hadhroh pun yang belum tahu apa Hadhroh itu, ada pepatah mengatakan ” tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta ”, maka dari karena itu simak penjelasan kami berikut ini ;


2.1. makna Hadhroh.
Dari segi bahasa, hadroh terambil dari kata hadhoro – yuhdhiru – hadhron – hadhrotan yang berarti kehadiran, namun didalam istilah kebanyakan orang hadhroh ini di artikan sebagai irama yang di hasilkan oleh bunyi rebana.
Dari segi istilah/definisi, hadhroh menurut tasawuf adalah suatu metode yang bermanfaat untuk membuka jalan masuk ke “hati”, karena orang yang melakukan hadhrah dengan benar terangkat kesadarannya akan kehadiran Allah yang senantiasa hadir dan senantiasa meliputi, pada asalnya hadhroh ini merupakan kegiatan para sufi yang biasanya melibatkan seruan atas sifat – sifat Alloh yang maha hidup ( Al-Hayyu ), dapat dilakukan sambil berdiri, berirama dan bergoyang dalam kelompok- kelompok. Sebagian kelompok berdiri melingkar, sebagian berdiri dalam barisan, dan sebagian duduk berbaris atau melingkar, pria di satu kelompok, dan wanita di kelompok lain yang terpisah. Kebanyakan tarekat sufi mempraktikkan dzikrullah dengan berirama atau menyanyi, dengan sekali-sekali menggunakan instrumen musik, terutama genderang. Musik telah memasuki praktik tarekat sufi secara sangat terbatas, dan sering untuk jangka waktu sementara di bawah tuntunan seorang syekh sufi. Di anak-benua India, kaum sufi mendapatkan bahwa orang Hindu sangat menyukai musik, sehingga mereka pun menggunakan musik untuk membawa mereka ke jalan kesadaran-diri, dzikrullah dan kebebasan yang menggembirakan. Maka walaupun peralatan musik digunakan untuk maksud dan tujuan itu, namun pada umumnya mereka dianggap sebagai penghalang yang tak perlu. Kebanyakan bait- bait yang dinyanyikan adalah mengenai jalan rohani dan tak ada hubungannya dengan nyanyian biasa. Sering merupakan gambaran tentang bagaimana membebaskan diri dari belenggunya sendiri dan bagaimana agar terbangun. Jadi, nyanyian dan tarian sufi merupakan bagian dari praktik menumpahkan kecemasan duniawi dan menimbulkan kepekaan dalam diri dengan cara sama , (mendengar). Dalam konteks sufi, sama' ini artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan musik atau nyanyian yang dimaksudkan untuk peningkatan rohani dan penyucian-diri. Tidak ada arti lain yang dikandung semua praktik ini selain menimbulkan suatu keadaan netral dalam diri sendiri dan pembukaan hati. Dan, tidak dilakukan demi hiburan sebagaimana musik biasa yang ritmis dan menggairahkan secara fisik. Tarian itu adalah untuk Allah, bukan untuk orang lain. Sering kita dapati bahwa bilamana seorang syekh sufi sejati tidak hadir, musik dan nyanyian tak dapat dikendalikan lagi dan melenceng dari tujuan yang diniatkan. Musik adalah alat, dan bila dipegang oleh orang yang tahu bagaimana menggunakannya, akan bermanfaat untuk tujuan yang diniatkan. Apabila sebaliknya maka ia bisa lepas kendali dan menyebabkan kerusakan.
Kesimpulannya adalah hadhroh itu merupakan kegiatan/ praktik membuka jalan masuknya hidayah Alloh kedalam hati dengan jalan mandengarkan syair – syair religius atau keagamaan dengan diiringi alunan irama – irama yang di hasilkan oleh instrumen alat-alat musik terutama rebana.


3. Hadhroh & Syariat Islam.

Hadhroh di dalam pandangan syariat agama terjadi kontroversi artinya masih menjadi perdebatan dikalangan umat, dan tidak sedikit pula banyak orang yang mendiskriditkan atau memojokkan Hadhroh ini merupakan suatu hal yang di haramkan oleh agama sehingga banyak juga dari mereka yang mengatakan orang yang melakukannya dianggap telah melakukan kemusyrikan dan sebagainya, oleh karena itu kami sertakan dalil – dalil serta pendapat-pendapat para ulama salaf ( terdahulu ) dan ulama Mutaakhirin ( sekarang ) agar kita mendapatkan penjelasan mengenai di benarkannya Hadhroh didalam syariat islam dan juga untuk menepis pandangan – pandangan yang negatif tentang hadhroh yang membuat perpecahan diantara umat islam.


3.1 Dalil – dalil yang memperbolehkan Rebana ( Hadhroh ).


hadits dari A'isyah R.A. :
Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: ... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi.), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini. (HR. Bukhari).

Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara(lagu) pada saat pernikahan. (Hadits shahih riwayat Ahmad).

Adapun pernikahan, maka disyariatkan di dalamnya untuk membunyikan alat musik rebana disertai nyanyian yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan suatu pernikahan, yang didalamnya tidak ada seruan maupun pujian untuk sesuatu yang diharamkan, yang dikumandangkan pada malam hari khusus bagi kaum wanita guna mengumumkan pernikahan mereka agar dapat dibedakan dengan perbuatan zina, sebagaimana yang dibenarkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahualaihi wa sallam Sedangkan genderang dilarang membunyikannya dalam sebuah pernikahan, cukup hanya dengan memukul rebana saja. Juga dalam mengumumkan pernikahan maupun melantunkan lagu yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan pernikahan.

[Bin Baz, Mjalah Ad-Dakwah, edisi 902, Syawal 1403H][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]_________Foote Note[1] Al-Bukhari tentang minuman dalam bab ma ja誕 fi man yastahillu al-khamr wa yusmmihi bi ghairai ismih

Ada satu jenis alat musik yang diterangkan kebolehannya secara jelas, yaitu rebana (Arab : duff atau ghirbal), sesuai sabda Nabi SAW :
“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” (HR. Ibnu Majah) (al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, II/52).
Adapun selain rebana, ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. pendapat Nashiruddin al-Albani yang mengatakan hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if (lemah).
Memang benar, ada beberapa ahli hadits yang memandang hadits-hadits itu shahih. Seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, an-Nawawi dalam Al-Irsyad, Ibnu Katsir dalam Ikhtishar ‘Ulumul Hadits, Ibnu Hajar dalam Taghliqul Ta’liq, as-Sakhawy dalam Fathul Mughits, ash-Shan’ani dalam Tanqihul Afkar dan Taudlihul Afkar, juga Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayim dan masih banyak lagi. Tetapi al-Albani lebih setuju pendapat Ibnu Hazm dalam Al-Muhallamunqathi’ (terputus sanadnya) (Nashiruddin al-Albani, Dha’if al-Adab al-Mufrad, hal. 14-16).
bahwa hadits yang mengharamkan alat-alat musik adalah
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla (VI/59) berkata :
“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57).
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum asalnya, sesuai kaidah fiqih : Al-ashlu fi al-asy-yaa` al-ibahah maa lam yarid dalilu at-tahrim [Hukum asal benda adalah boleh selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya].

Maka jika ada dalil syar'i tertentu yang mengharamkan, pada saat itu pasti suatu alat musik hukumnya haram dimainkan. Misalnya :
(1). Jika suatu alat musik diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban, hukumnya haram. Sebab kaidah fiqih menetapkan : al-wasilah ila al-haram haram [Segala sesuatu perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram juga]. Misalnya saja alat musik yang dimainkan mengakibatkan ikhtilath (campur baur pria wanita) atau dilalaikannya shalat wajib.
(2). Jika suatu alat musik digunakan untuk mengiringi lagu yang syairnya bertentangan dengan Islam, hukumnya haram. Sebab syair yang dinyanyikan wajib syair Islami atau yang dibolehkan Islam. Jika suatu alat musik digunakan mengiringi lagu yang syairnya tidak dibolehkan Islam, misalnya menyerukan nasionalisme, hukumnya haram.
(3) Jika suatu alat musik digunakan secara khusus oleh orang kafir dalam upacara keagamaan mereka, hukumnya haram. Sebab haram hukumnya muslim menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil-kuffar), sesuai hadits Nabi SAW,"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka." (HR. Abu Dawud)


3.2. Alat-alat yang dipukul atau diketuk


1. Ad-Duff (Rebana Kecil)
Duf adalah sejenis alat musik yang disepakati oleh para ulama keharusan penggunaannya. Hukum ini berdasarkan kepada hadith-hadith Rasulullah SAW yang secara terang menyebut keharusan penggunaan alat ini. Di antaranya:


a. Hadith riwayat Muhammad bin Hatib daripada Rasulullah SAW1. Ad-Duff (Rebana Kecil)Duf adalah sejenis alat musik yang disepakati oleh para ulama keharusan penggunaannya. Hukum ini berdasarkan kepada hadith-hadith Rasulullah SAW yang secara terang menyebut keharusan penggunaan alat ini. Di antaranya:a. Hadith riwayat Muhammad bin Hatib daripada Rasulullah SAW:
“...Pemisah antara halal dan haram ialah pukulan duf.”

b. Hadith riwayat Khalid bin Zakuan daripada Ar-Rabie’ binti Mu’awwiz bin ‘Afra’ :
“Masuk Nabi SAW – ketika mula-mula berkesedudukan denganku (selepas perkahwinan)- lalu duduk di atas hamparan seperti kedudukan kamu (Khalid bin Zakuan) daripada aku. Di ketika itu beberapa hamba perempuanku sedang memukul duf dan meratapi kematian bapa-bapaku dalam Peperangan Badar. Salah seorang daripada mereka mendendangkan kata-kata: Di sisi kami Nabi yang mengetahui perkara akan datang. Lantas Nabi SAW menegur: “Tinggalkanlah kata-kata ini dan teruskan nyanyianmu.” (Riwayat Bukhari)


c. Hadith yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi di dalam Sunannya:
“... Keluar Nabi SAW dalam satu peperangan. Apabila pulang, datang seorang hamba perempuan hitam lalu berkata: “ Wahai Rasulullah, aku telah bernazar sekiranya engkau pulang dengan selamat, aku akan memukul duf sambil menyanyi”. Nabi SAW menjawab: “Sekiranya engkau telah bernazar, buatlah sebagaimana dinazarkan, sekiranya tidak, maka tidak perlu”.
Hukum Lelaki Yang Memukul Duf
Para ulama bersepakat bahawa wanita dibenarkan memukul duf. Tetapi mereka berselisih pendapat pada hukum lelaki menggunakan alat ini, adakah harus atau sebaliknya. Dalam hal ini terdapat dua pandangan:


1. Pendapat yang mengatakan haram lelaki memukul duf. Mereka menyandarkan pandangan ini kepada adat dan ‘uruf. Di mana memukul duf (di zaman dahulu) hanya dilakukan oleh kaum wanita sahaja. Oleh itu, lelaki yang memukul duf dianggap meniru perbuatan kaum wanita dan termasuk di dalam golongan yang disifatkan oleh Nabi SAW: “Rasulullah SAW melaknat lelaki-lelaki yang menyerupai (meniru) wanita” – hadith dikeluarkan oleh Bukhari di dalam Sahihnya daripada ‘Ikrimah daripada Ibnu Abbas. Dikeluarkan juga oleh Ahmad di dalam Musnadnya daripada hadith Ata’ bin Abi Rubah daripada Abu Hurairah. (Sahih Bukhari 8/305, Al-Fathul Bari 19/322
Mereka juga berdalilkan hadith-hadith yang hanya menyebut kaum wanita dan hamba-hamba perempuan sahaja memukul duf tanpa ada riwayat yang menyebut kaum lelaki di zaman salaf memukul duf.
Pendapat ini ialah pendapat sebahagian ulama mazhab Syafi’e, jumhur ulamak mazhab Hanbali dan Asbagh – seorang ulama mazhab Maliki.

2. Pendapat yang mengharuskan lelaki memukul duf, kerana tiada nas yang mengharamkannya. As-Subki (seorang ulama Syafie) mengatakan: “...dari segi asalnya, lelaki dan wanita bersekongkol dalam hukum-hakam melainkan ada nas yang membedakan antara keduanya. Adapun dalam masalah ini tiada nas yang membedakan antara lelaki dan wanita dari sudut keharusan memukul duf. Tambahan pula, memukul duf tidak hanya dikhaskan untuk wanita semata-semata.”
Mereka yang berpendapat sedemikian ialah Jumhur ulamak Maliki, Jumhur Mazhab Syafie dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dari sebahagian pengikutnya.
Bilakah Diharuskan Lelaki Memukul Duf?
Berlaku perselisihan pendapat di kalangan fuqaha’ pada tujuan dan keadaan yang dibenarkan memukul duf. Mereka terbahagi kepada dua mazhab:
Pendapat pertama: Harus memukul duf untuk melahirkan rasa kegembiraan dan mewujudkan suasana kemeriahan di dalam upacara-upacara atau sambutan yang dibenarkan oleh syara’. Umpamanya perkahwinan, berkhatan, sambutan hari raya, menyambut kepulangan musafir (haji dan lain-lain) dan sebagainya. Mereka yang berpendapat demikian ialah sebahagian ulama mazhab Hanafi, Jumhur mazhab Syafie, sebahagian ulama mazhab Hanbali, sebahagian ulama mazhab Maliki dan Ibn Hazm Al-Andalusi.
Pendapat kedua: Memukul duf diharuskan untuk upacara perkahwinan sahaja. Ia adalah pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, jumhur fuqaha’ mazhab Hanafi, sebahagian ulamak mazhab Hanbali dan salah satu pendapat fuqaha’ Syafie.


2. Gendang (Tabla)
Para fuqaha’ berikhtilaf pada hukum memukul gendang dan mendengar bunyinya. Pendapat-pendapat mereka adalah seperti berikut:
I. Fuqaha Hanafi dan sebahagian Fuqaha’ mazhab Syafie:
Haram memukul gendang yang bertujuan untuk bersuka ria semata-mata. Sementara fuqaha’ Syafie bersepakat mengharamkan sejenis gendang yang dinamakan ‘Kubah’, sama ada bertujuan untuk bersuka ria semata-mata atau maksud-maksud yang lain.
II. Fuqah’ Maliki:
Haram memukul gendang dan mendengar pukulannya (dan seluruh jenisnya) melainkan di dalam upacara perkahwinan.
III. Ulama Hanafi:
Memukul gendang untuk tujuan-tujuan selain daripada bersuka ria seperti gendang perang, perkahwinan, dan gendang menyambut ketibaan musafir adalah diharuskan. Termasuk di dalam hukum ini, juga gendang sahur yang digunakan pada bulan Ramadhan untuk mengejutkan umat Islam pada waktu sahur.
IV. Fuqaha’ Syafie:
Harus memukul gendang-gendang selain daripada kubah, gendang-gendang untuk bersuka ria semata-mata dan Al-Kabar. Yaitu harus memukul gendang perang, gendang haji, gendang sahur dan gendang hari raya.
V. Fuqaha’ Hanbali:
Haram menggunakan keseluruhan alat yang melalaikan melainkan duf. Mengikut mazhab mereka, haram memukul gendang sama ada dalam upacara perkahwinan atau sebagainya.

3. As-Safaqataan, Sejenis alat yang terdiri daripada dua piring tembaga yang dilagakan untuk mengeluarkan bunyi.
Para fuqaha’ dalam menentukan hukumnya terbahagi kepada 4 mazhab :
I. Hanafi, Hanbali dan yang muktamad di dalam mazhab Syafie, iaitu haram memukul dan mendengar iramanya.
II. Sebahagian ulama mazhab Syafie, Ibn Hazm Al-Andalusi, Abdul Ghani An-Nablusi dan Ibn Tahir Al-Qaisarani, harus memukul dan mendengar bunyinya.
III. Maliki, harus menggunakannya di dalam upacara perkahwinan sahaja.
IV. Sebahagian fuqaha’ mazhab Syafie, tidak memutuskan hukumnya sama ada halal atau haram.


3.3. PENDAPAT ABU HAMID AL-GHAZALI
Al-Imam Hujjatul Islam, Abu Hamid Al-Ghazali telah membincangkan permasalahan hukum nyanyian dan musik dengan panjang lebar dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin dalam juz yang kedelapan pasal Al-Adat. Al-Ghazali di dalam perbincangannya telah membahaskan hukum musik dan alatnya daripada pelbagai sudut sebelum mengeluarkan pandangannya. Beliau tidak hanya berpegang dengan zahir nas malah coba menggali di sebalik nas, sebab dan ‘illah diharamkan beberapa alat musik sebagaimana yang disabdakan oleh junjungan besar Nabi SAW dalam hadith-hadith Baginda. Ini bertitik tolak daripada pegangan beliau bahawa nyanyian dan musik adalah kelezatan-kelezatan dunia yang asalnya adalah halal dan harus. Sebab itulah beliau memasukkan perbincangan beliau tentang hukum nyanyian dan musik dalam pasal adat (rub’ul adat). Adat-adat sebagaimana dimaklumi hukum asalnya adalah harus dan halal. (Al-Aslul fil Adat Al-Ibahah – asal di dalam adat adalah harus)
Al-Ghazali menyatakan bahawa irama boleh dihasilkan melalui alatan seumpama serunai, kecapi dan gendang atau melalui kerongkong haiwan atau manusia. Alatan musik yang direka cipta pada asalnya adalah meniru makhluk-makhluk Allah SWT. Seruling yang direka adalah meniru suara yang dikeluarkan oleh kerongkong hewan. Seandainya mendengar irama-irama merdu yang dikeluarkan oleh hewan atau manusia diharuskan maka mendengar irama alat-alat musik tiada berbeda hukumnya yaitu harus dan halal. Patut dikiaskan suara (irama) yang dihasilkan oleh alat seumpama gendang, rebana, seruling dengan suara hewan dan manusia karena semuanya adalah suara atau bunyi.
Al-Ghazali menegaskan sebab pengharaman alat yang dipetik dan ditiup (seperti seruling) sebagaimana yang disebut dalam hadith Nabi SAW bukan karena alat tersebut menimbulkan kelezatan kepada pendengar. Sekiranya demikian sudah tentulah diharamkan semua jenis suara atau irama yang membangkitkan kelazatan kepada pendengar, gendang, rebana kecil (duf) dan binatang-binatang seperti burung mempunyai potensi untuk menghasilkan irama-irama merdu yang mampu membangkitkan kelezatan di dalam sudut hati pendengar. Walau bagaimanapun Islam tidak mengharamkan suara-suara tersebut. Oleh itu Al-Ghazali menyatakan sebab pengharaman alat yang disebut di dalam hadith-hadith Nabi SAW adalah karena alat-alat tersebut biasa digunakan oleh ahli-ahli fasiq, maksiat dan peminum-peminum arak dan menjadi syiar mereka. Al-Ghazali seterusnya menguraikan sebab tersebut di dalam pernyataan - pernyataan di bawah:
1. Irama alat tersebut mengajak pendengar kepada arak karena kelezatan iramanya disempurnakan dengan meminum arak. Hal ini ada persamaannya dengan pengharaman meminum sedikit arak walaupun ia tidak memabukkan karena dapat membawa kepada meminum kadar arak yang memabukkan.
2. Kepada orang yang baru kenal dengan arak, bunyi-bunyi alat tersebut dapat mengingatkannya kepada tempat-tempat maksiat. Perlakuan “mengingat” ini boleh membawa kepada perlakuan meminum arak.
3. Alat-alat tersebut adalah syiar ahli fasiq dan maksiat. Mereka menggunakan alat tersebut untuk bersuka ria di dalam majlis-majlis mereka. Berdasarkan kepada sebab ini, dianjurkan meninggalkan perkara-perkara sunnah yang menjadi syiar ahli bid’ah untuk mengelakkan menyerupai mereka. Pengharaman al-kubah adalah karena ia biasa digunakan oleh lelaki-lelaki pondan. Sekiranya tidak sudah tentu tiada beda antaranya dengan gendang haji, gendang perang dan seumpamanya.
Begitulah pandangan Imam Al-Ghazali tentang hukum penggunaan alat-alat musik. Beliau melihat di sana wujudnya sebab diharamkan alat-alat yang disebut pengharamannya melalui lisan Nabi SAW. Sekiranya hilang (gugur) sebab tersebut sudah tentulah gugur hukum pengharamannya. Bagi beliau semua perkara yang baik (At-Thayyibat) adalah halal melainkan perkara-perkara yang boleh membawa kepada kerosakan.
Firman Allah SWT:
“Katakanlah wahai Muhammad, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hamba-hambaNya dan mengharamkan rezeki yang halal.” – Surah Al-A’raaf : 3
Justru itu suara dan irama yang dihasilkan melalui alat-alat musik, tidak haram ain atau zatnya tetapi ia menjadi haram hukumnya disebabkan unsur-unsur luaran sebagaimana diterangkan di atas.


3.4. PENDAPAT ULAMA-ULAMA MASA KINI TENTANG MUSIK

Ulama-ulama Islam masa kini tidak ketinggalan menyumbangkan pandangan-pandangan mereka terhadap hukum musik yang menjadi titik perbedaan pendapat di kalangan ulama sejak zaman kezaman. Mereka terbagi kepada dua golongan, yaitu golongan yang mengharuskannya dan golongan yang mengharamkan. Mereka yang mengharamkan berpegang kepada nas-nas Al-Quran dan sunnah serta ‘illah yang disebut oleh ulama-ulama terdahulu. Cuma ada juga khilaf di kalangan mereka tentang alat-alat yang diharuskan. Ada juga yang menghadkannya kepada duf sahaja. Mereka ini pula berikhtilaf lagi pada keadaan-keadaan dibenarkan memukul duf dan siapakah yang diharuskan menggunakannya.
1. Pendapat pertama menyatakan bahawa duf hanya boleh digunakan di dalam upacara-upacara perkahwinan, hari raya, dan suasana-suasana kegembiraan yang lain seperti berkhatan. Hanya kaum perempuan sahaja yang dibenarkan memukul duf. Pendapat ini ialah pendapat Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Saleh Fauzan, Syeikh Muhammad bin Saleh Al-‘Usaimin dan Syeikh Nasiruddin Al-Albani. Mereka bersandarkan kepada mazhab Hanbali.
2. pendapat kedua pula menyatakan duf boleh digunakan dalam semua keadaan dan boleh dipukul oleh kaum lelaki dan wanita.
Golongan yang lain pula ialah ulama-ulama masa kini yang mengharuskan penggunaan duf dan gendang sahaja bersandarkan kepada pendapat-pendapat ulama terdahulu .
Seterusnya ada ulama-ulama masa kini yang mengharuskan penggunaan seluruh alat muzik tanpa ada pengecualian tetapi mereka meletakkan syarat-syarat dan batas-batas penggunaan alat tersebut agar tidak bertentangan dengan hukum Allah SWT. Mereka yang berpendapat demikian antaranya ialah:
1. Dr. Yusuf Al-Qardhawi di dalam kitabnya Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim.
2. Dr. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Al-Mufassal fi Ahkam Al-Mar’ah wa Baitil Muslim juzuk 4 bab 8 iaitu Babul Lahwi wal La’ab.
3. Dr. Mohammad Imarah di dalam bukunya Al-Islam wal Funun Al-Jamilah.
4. Dr. Kaukab ‘Amir dalam bukunya As-Simaa’ ‘Inda As-Sufiyyah.

Pendapat mereka sama dengan pandangan beberapa ulamak terdahulu seperti Ibnu Hazm Al-Andalusi, Ibn Tahir Al-Qaisarani, Abdul Ghani An-Nablusi, Al-Kamal Jaafar Al-Idfawi Asy-Syafie dan Al-Imam Mohd. Asy-Syazili At-Tunisi.


Sebagian daripada mereka seperti Al-Qardhawi berpendapat demikian kerana hadith-hadith yang mengharamkan alat-alat musik pada pandangan beliau sama ada sahih ghair sarih (sahih tetapi tidak nyata) ataupun sarih ghair sahih (nyata tetapi tidak sahih). Nas-nas yang seumpama ini tidak mampu untuk memutuskan hukum karena hukum mestilah diputuskan dengan nas yang sahih wa sarih (sahih dan nyata).

Sebahagian yang lain pula seperti Dr. Abdul Karim Zaidan dan Dr. Kaukab mempunyai pandangan yang sama dengan Al-Ghazali. Mereka menyatakan pengharaman alat-alat yang disebut di dalam nas-nas hadith adalah kerana ia merupakan syiar ahli fasiq dan maksiat. Pada pandangan mereka musik tidak haram dari sudut irama atau bunyinya. Tetapi yang menjadikannya haram ialah unsur-unsur eksternal yang lain yaitu ia adalah alat yang biasa digunakan di dalam majlis-majlis dan tujuan-tujuan yang bertentangan dengan batas syara’. Justru itu alat-alat tersebut tunduk kepada perubahan tempat dan masa. Penggunaan alat-alat ini juga seharusnya disesuaikan dengan lingkungan yang dibenarkan oleh syara’ yaitu:
1. Niat penggunaan alat-alat tersebut dan pendengar iramanya hendaklah betul berdasarkan kaedah Al-umur Bimaqasidiha.
2. Tujuan dan suasana digunakan alat-alat tersebut ialah tujuan dan suasana yang baik, mulia dan tidak bertentangan dengan batas-batas syara’.
Dr. Kaukab ‘Amir menyatakan: “Pada hakikatnya majlis-majlis maksiat pada hari ini seperti klab-klab malam menggunakan seluruh alat musik yang ada sekarang. Majlis-majlis tersebut tidak lagi menggunakan alat-alat tertentu (seperti zaman dahulu) malah keseluruhan alat digunakan. Oleh itu tidak mungkin untuk kita menghalalkan sebahagian alat (seperti duf dan gendang) dan mengharamkan sebahagian yang lain. Bahkan diharuskan kepada individu muslim mendengar irama alat-alat tersebut tetapi hendaklah menjaga adab-adab Islam serta tidak cuba meniru kelakuan dan perbuatan ahli-ahli fasiq dan maksiat.

4. PENUTUP

Sebagai penutup kami mengutip dari kalam Imam Ghozali didalam kitab kimiyaayi sa’adat pada bab yang berjudul ‘pembahasan tentang mendengarkan musik (samaa’) dan penjelasan tentang apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang ‘sebagai berikut:
‘Ketahuilah bahwa Tuhan, yang mahaagung, memiliki rahasia dalam hati manusia yang tersembunyi sebagaaimana api dalam besi. Seperti rahasia api yang mewujud dan tampak ketika besi dipukul dengan batu, maka dengan mendengarkan musik yang menyenangkan dan harmonis menyebabkan esensi (hati) manusia bergerak serta mewujudkan sesuatu dalam diri tanpa disadarinya. Alasan untuk ini adalah adanya hubungan antara esensi hati (nurani) manusia dengan dunia transeden (alam arwah) , yang disebut alam ruh (arwah). Dunia transeden adalah dunia kecantikan dan keindahan, sedangkan sumber kecantikan dan keindahan adalah keselarasan(tanaasub). Semua yang selaras mewujudkan keindahan didunia karena seluruh kecantikan, keindahan, dan keselarasan yang dapat diamati di dunia ini adalah pantulan kecantikan dan keindahan dunia tersebut (alam arwah) .
‘Oleh karena itu, nyanyian yang menyenangkan dan harmonis mempunyai kemiripan tertentu dengan keajaiban dunia tersebut (alam arwah) , dan kerenanya timbullah kesadaran dalam hati, dan juga gerakan (harakat) serta gairah, dan sangat miungkin bahwa diri manusia sendir tidak mengetahuinya. Maka inilah kebenaran bagi hati manusia, yang sederhana, yang bebas dari berbagai cinta dan gairah yang dapat mempengaruhinya. Namun, apabila ia tidak bebas dari hal-hal itu, dan ia terisi sesuatu, maka sesuatu itu akan bergerak dan berpengaruh sebagaimana api yang kian berkobar. Mendengarkan musik (samaa’) penting bagi seseorang yang hatinya di kuasai oleh cinta kepada Tuhan, supaya api asmara kian semakin berkobar; namun bagi yang hatinya dipenuhi kecintaan kepada yang fana (hubbu dunya) , mendengarkan musik merupakan racun yang mematikan, dan karenanya haram baginya.
Akhinya kami hanya hamba Alloh yang dhoif yang tak luput dari salah, hanya kepada Alloh ‘azza wajallah kami memohon pertolongan, petunjuk serta selalu dilimpahkan rahmat-Nya, dan kami mengharapkan syafa’atil ‘Uzhma dari Nabi Muhammad yang mulia agar kiranya terlimpahkan kepada umatnya yang lemah. Amin ……. Wa Shollollohu ‘Al Sayyidina Muhammad Wa Aalihi Wa Shohbihi Wa Sallama…. Wallohu a’lam Bi Showab.


Ketika hati menikmati konser musik spiritual (sama’)
Ia ‘kan merasakan kehadiran sang kekasih serta membawa jiwa
Ke persemayaman Rahasia Ilahi Melodi adalah tunggangan jiwamu;
Ia ‘kan mengembannya serta dengan suka ria membawanya ke dunia sang sahabat.

Sabtu, 30 April 2011

Assalamualaikum., sahabat ISHARI sekalian., ane punya azzam., membuat blog buat para pecinta ISHARI se jawa-kalimantan, sahabat ISHARI dapat memberikan comment maupun kiriman2 lainnya disini, semoga bisa manfaat
jazakAlloh kher

Shollu alan Naby!!!

ShoutMix chat widget
Dapatkan Buku Tamu Seperti Ini di